Perusahaan air di St. Petersburg, Rusia, menggunakan enam siput sebesar tikus untuk memonitor emisi yang dihasilkan oleh tempat pembakaran limbah.
Kesehatan siput dipantau. Kondisi siput yang menurun menandai kalau adanya residu berbahaya yang dihasilkan oleh limbah. "Mereka adalah kontrol ketat kami. Sekarang kami memperhatikan siput sepanjang waktu," kata Olga Rublevskaya, direktur perusahaan pembuangan air di Vodokanal.
Keenam siput tersebut dibagi menjadi dua kelompok--3 menghirup udara bersih, 3 lainnya menghirup udara yang dikeluarkan oleh corong asap milik perusahaan. Siput-siput dihubungkan dengan sensor yang mengukur denyut jantung dan beberapa tanda vital lainnya.
Ketika sensor menemukan perubahan tingkah laku dan kondisi--dalam arti negatif--dari 3 siput yang bernapas menggunakan udara dari corong, para peneliti dapat menarik kesimpulan kalau ada bahan berbahaya dalam limbah.
Siput dari Afrika ini juga akan membantu untuk mengetahui efek akumulasi jangka panjang akibat penghirupan senyawa. "Siput ini bisa hidup hingga tujuh tahun," kata Sergei Kholodkevich, peneliti lingkungan yang memberikan ide penggunaan siput.
Kholodkevich mengaku kalau ia memilih siput karena hewan itu punya paru-paru. "Mereka bernapas seperti manusia," katanya. Pria yang bekerja untuk Russian Academy of Sciences ini juga mengatakan, "Siput juga punya hidup yang menetap, tidak seperti tikus yang selalu bergerak. Mereka juga punya tempurung yang bisa dipasangi sensor. Sensor juga tidak bisa rusak karena siput tidak menggaruk dan menendang." (Sumber: Associated Press, HowStuffWorks,link)
0 komentar:
Posting Komentar